Diasuh oleh: Syekh Muhammad Abdul Gaos S. M. (Sesepuh Pondok Pesantren Sirnarasa Cisirri)
Sampai dunia memasuki Abad 21 M ini ternyata masih banyak ummat Islam yang masih asing mendengar kata torekat. Mereka beranggapan torekat adalah bentuk ajaran baru dalam agama Islam yang tidak ada dalam Qur’an maupun Sunnah Nabi saw. Yang lebih fatal lagi di antaranya menganggap torekat adalah ajaran sesat yang akan merusak sendi-sendi ajaran Islam.
Kenyataan tersebut di atas tentu saja sangat memprihatinkan kita. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw sudah tidak utuh lagi diterima oleh ummat. Warisan pengaruh penjajah yang dimotori oleh misionaris sekaliber Snouck Hurgronye dan Van der Plast telah merusak prinsip-prinsip dasar ajaran Islam yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Parahnya lagi, sebagian yang berpredikat ‘kyai turut mendukung ‘benjolnya’ ajaran Islam ini.
Dalam tanya jawab ini, akan dikupas mengenai kedudukan torekat dalam syari’at Islam.
Tanya:
Sejauh mana sih hubungan antara Tashowwuf dengan syari’at Islam?
Jawab:
Apabila ada ‘pertanyaan seperti itu
berarti ada jarak antara keduanya. Perio diketahui, bahwa tashowwuf ada di dalam Al Qur’an. Sedangkan Al Qur’an adalah kitab suci Agama Islam, untuk orang Islam dan untuk seluruh manusia. Kata sejauh mana berarti jelas jauh antara tashowwuf dengan Islam. Jangankan jauh dekat pun berarti belum nempel. Kalau hanya nempel bisa lepas. Tashowwuf dengan Islam seperti kepala dengan badan atau seperti gula dengan manisnya atau seperti garam dengan asinnya.
Syeikh Zaruq ra berkata dalam kitabnya Iqod al Humam hal. 9 yang artinya, “Nilai tashowwuf dari Agama Islam, nilai ruh dari jasad karena maqomnya adalah maqom Insan yang telah dijelaskan oleh Rosululloh Saw kepada Jibril bahwa ibadah kepada Allch hendaknya seakan-akan melihat-Nya.
Lebih jelas lagi jika kita melihat syari’at dalam arti luas yang memiliki tiga dimensi yang sama pentingnya yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dalam sahih Muslim juz I yang artinya, “Wahai Muhammad ceritakan kepadaku tentang Islam!”. Rosul menjawab, “Hendaklah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Alloh, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Romadhon dan menunaikan ibadah haji jika mampu.” “Ceritakan kepadaku tentang iman”. Rosul menjawab, “Hendaknya engkau beriman kepada Alloh, kepada malaikat- malaikatnya, kitab-kitab suci-Nya, para rosul-Nya, hari akhir dan hendaklah kamu beriman dengan ketentuan Alloh yang baik maupun yang buruk.”
“Ceritakan kepadaku tentang Ihsan”. Rosul menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihatnya. Apabila engkau tidak mampu melihatnya, maka sesunggunya Alloh melihatmu.”
Islam mempunyai lima penyangga (rukun): Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa Romadhon, dan Haji. Sedangkan Iman memiliki enam penyangga (rukun) yang harus diyakini yaitu: Alloh, malaikat- Nya, kitab-kitab-Nya, rosul-rosul-Nya, hari akhir dan taqdir.
Dimensi Islam dibahas secara mendalam dalam buku-buku tentang ilmu fiqh. Dimensi keimanan dibahas secara mendalam dalam buku-buku ilmu tauhid dan ilmu kalam. Sedangkan
dimensi Ihsan diulas secara lebih mendalam dalam buku-buku ilmu akhlaq dan tashowwuf.
Syari’at islam yang semula hanyа sederhana sekali (sebagaimana ‘dialog interaktif antara malaikat Jibril dengan Nabi Muhammad saw) telah berkembang menjadi khazanah ilmu keislaman yang sangat luas bahkan berkembang menjadi berbagai Madzhab (untuk ilmu fiqh), Firqoh (untuk masalah aqidah) dan Torekat (jalan pengamalan untuk ilmu tashowwuf).
Oleh karena itu tidaklah sempurna keislaman kita tanpa Ilmu Tashowwuf. Perjalanan keislaman kita dianggap mati karena tiada ruhnya. Dengan dasar hadits itulah maka mempelajari ilmu tashowwuf hukumnya wajib. Dan sangat tepat julukan yang diberikan kepada Syeikh Abdul Qodir al Jailani sebagai Penghidup Agama dan Pembunuh Bid’ah (Kitab At-Thoriq Illalloh: 11 karya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah). *