Oleh: K.H. Budi Rahman Hakim Al Amiin, MSW., Ph.D. (Abah Jagat Al Khoolish)
(Wakil Talqin Dan Pembantu Khusus ABAH AOS Ra Qs)
DUNIA dengan segala pesonanya membuat manusia kerap kehilangan arah. Hati manusia mencari-cari pelita yang bisa memandu dalam gelap, sosok yang bisa menjadi contoh untuk tetap teguh dalam keimanan, keikhlasan, dan ibadah. Bagi para pencari Tuhan (salik), hadirnya para wali Alloh yang senantiasa istiqomah dalam kesholihan menjadi harapan. Mereka bukan sekadar manusia biasa, melainkan jiwa-jiwa terpilih yang dihidupkan oleh dzikir, diliputi oleh cinta, dan diterangi oleh cahaya Ilahi.
Sebelum Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam diutus, tugas ilahiyah menyampaikan risalah wan nubuwwah, memandu perjalanan hidup manusia di setiap masa dan tempat diemban oleh para Rosul dan Nabi-nabi. Sementara setelah Nabi Muhammad, mandat ilahiyah itu diemban oleh para Wali ‘aarif billah. Dalam tradisi kesufian, mereka adalah sosok para Wali Mursyid.
Tulisan ini tentang argumen yang bersumber dari Al Qur’an, hadits dan kalam para Ulama Sufi tentang mengapa manusia dalam hidupnya mesti punya seorang pemandu agar tidak tersesat jalan hidup di dunia yang penuh pesona dan godaaan.
Ayat-ayat
Di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang, meskipun tidak secara eksplisit menyebut sosok Mursyid, sering dipahami oleh para ulama tasawuf sebagai isyarat pentingnya seseorang memiliki sosok pembimbing atau guru yang ahli dalam ilmu agama dan seluruh cabang-cabangnya. Ayat-ayat ini mendorong seseorang untuk mencari bimbingan dari orang-orang yang memiliki ilmu, terutama dalam hal-hal yang bersifat mendalam seperti perjalanan spiritual dalam thoriqoh.
Pertama, dalam Surat Al-Kahfi ayat 17:
۞ وَتَرَى الشَّمْسَ اِذَا طَلَعَتْ تَّزٰوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِيْنِ وَاِذَا غَرَبَتْ تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِيْ فَجْوَةٍ مِّنْهُۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِۗ مَنْ يَّهْدِ اللّٰهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهٗ وَلِيًّا مُّرْشِدًاࣖ
Alloh mengisyaratkan pentingnya seseorang mencari orang yang mendapat petunjuk, “Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang memberi petunjuk kepadanya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa petunjuk hanya akan diberikan kepada orang yang berada di bawah bimbingan mereka yang memiliki petunjuk. Dalam konteks tasawuf, mursyid adalah sosok yang memiliki petunjuk dari Alloh dan bisa menuntun muridnya ke jalan yang benar.
Kedua, Al Qur’an memerintahkan agar manusia dalam hidup slalu bertanya kepada Ahli Ilmu. Dalam surat An-Nahl: 43, “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu jika kamu tidak mengetahui.”
Ayat ini menjadi dalil tentang pentingnya bimbingan dari orang yang memiliki ilmu, khususnya ilmu agama yang mendalam. Dalam thoriqoh, Syeikh Mursyid dianggap sebagai sosok ahli yang memahami seluk-beluk perjalanan spiritual dan maqam-maqam yang harus dilalui oleh seorang murid. Oleh karena itu, mencari bimbingan kepada mereka adalah langkah utama dalam perjalanan tashowwuf.
Ketiga, dalam surat lain Alloh menyiratkan bahwa seseorang harus mengikuti orang-orang yang benar-benar kembali kepada Alloh. Surat Luqman 15:
“Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.” Dalam tradisi tasawuf, seorang guru mursyid adalah orang yang telah melewati maqam-maqam spiritual yang tinggi dan telah mencapai kedekatan dengan Alloh. Mengikuti jalannya adalah cara untuk memastikan murid tetap di jalan kebenaran dan tidak menyimpang.
Keempat, dalam Surat At Taubah ayat 119:
اَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاۤجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ
الْاٰخِرِ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِۗ لَا يَسْتَوٗنَ عِنْدَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۘ
Alloh dalam firmanNYA menekankan pentingnya berada di dekat dan sering membersamakan diri dengan orang-orang yang benar dan sholeh. “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” Dalam tradisi thoriqoh, berada di bawah bimbingan mursyid yang memiliki keluhuran akhlak dan kesholehan merupakan cara untuk mendapatkan pengaruh positif yang membawa pada ketakwaan dan kedekatan dengan Alloh.
Kelima, Alloh memerintahkan dalam Surat Al Maidah: 35 agar manusia mencari wasilah untuk mendekatkan diri kepada Alloh. “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan carilah wasilah (perantara) untuk mendekatkan diri kepada-Nya.” Para ulama tafsir sering mengartikan “wasilah” sebagai segala bentuk perantara yang mendekatkan kita kepada Alloh, termasuk orang-orang yang memiliki kedekatan dengan Alloh, seperti Syeikh Mursyid. Dalam konteks thoriqoh, Mursyid adalah wasilah yang dapat menuntun murid dalam mendekatkan diri kepada Alloh.
Keenam, dalam surat Al-Kahfi: 60-82 Alloh mendedahkan kisah Nabi Musa yang diperintahkan mencari guru dengan ilmu yang mendalam yaitu Nabi Khidir. “Musa berkata kepada Khidir: Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” Kisah ini sering dijadikan contoh tentang pentingnya memiliki guru dalam belajar ilmu yang mendalam dan sulit dipahami. Khidir adalah seorang hamba Alloh yang telah diberi ilmu khusus yang tidak dimiliki oleh Musa. Demikian pula dalam tashowuf, ilmu spiritual membutuhkan pembimbing yang telah mencapai pemahaman mendalam dan bisa menuntun murid dalam perjalanan mereka.
Ketujuh, Alloh dalam Surat Al-Fatihah: 6-7 mengisyaratkan pentingnya memohon petunjuk dari orang yang lurus (ash shiraat al mustqim). “Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” Setiap Muslim memohon agar diberikan petunjuk ke orang yang lurus dan jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Alloh. Dalam thoriqoh, jalan orang yang lurus adalah jalan yang dipandu oleh seorang Mursyid yang telah diberi nikmat berupa petunjuk dari Alloh. Dengan mengikuti mursyid, seseorang dapat menghindari kesesatan dan mencapai kebenaran.
Kedelapan, dalam surat Az-Zumar: 9 Alloh memberi penghargaan yang tinggi kepada orang berilmu. “Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang yang berilmu memiliki kedudukan yang istimewa dalam pandangan Alloh. Dalam tashowuf, seorang mursyid yang memiliki ilmu dan pemahaman mendalam adalah sosok yang dapat menuntun orang yang tidak mengetahui (murid) untuk mencapai pengenalan yang benar kepada Alloh. Sementara kesembilan, dalam Al-‘Asr: 3 Alloh memerintahkan untuk saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Dalam konteks tashowuf, nasihat yang benar dari seorang mursyid adalah sangat penting, karena mursyid akan membimbing muridnya dengan kesabaran dan kebenaran dalam perjalanan spiritual mereka.
Hadits-hadits
Dalam tradisi thashowuf, para ulama dan sufi sering merujuk pada beberapa hadist Nabi Muhammad SAW yang lagi-lagi, meskipun tidak secara eksplisit menyebut “Mursyid,” mengisyaratkan pentingnya mencari ilmu dari seseorang yang ahli dan menjalani bimbingan dari seorang guru dalam perjalanan spiritual.
Hadits-hadits ini menjadi landasan dalam mencari pembimbing yang dapat menuntun seseorang pada pemahaman mendalam tentang agama dan spiritualitas, sebagaimana yang dilakukan dalam thoriqoh. Berikut adalah beberapa hadist yang mendukung pentingnya memiliki seorang guru pembimbing dalam thashowuf:
Hadits tentang pentingnya bimbingan seorang guru:
“مَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ هُوَ شَيْخُهُ”
“Barang siapa yang tidak memiliki seorang Syeikh, maka setanlah yang menjadi Syeikh-nya”(HR. al-Hakim dalam Mustadrak 4/380, dengan sanad yang sahih).
Hadits ini menunjukkan bahwa tanpa bimbingan seorang guru atau mursyid, seseorang akan mudah tersesat dan terpengaruh oleh godaan setan. Hadits ini mengingatkan kita akan pentingnya memiliki seorang bimbingan yang dapat memandu kita dalam setiap langkah.
Dalam hadits lain, tentang pembimbing yang dapat menuntun di jalan yang benar:
“إِنَّمَا شِفَاءُ الْقَلْبِ فِي الرُّجُوعِ إِلَى اللَّهِ، وَالرُّجُوعُ إِلَى اللَّهِ يَحْتَاجُ إِلَى مُرْشِدٍ”
“Sesungguhnya penyembuhan hati itu ada pada kembali kepada Allah, dan kembali kepada Allah itu membutuhkan seorang pembimbing.”
Hadits ini tertuang dalam kitab karya Imam al-Ghazali Ihya’ Ulumuddin. Dalam hadits ini, Rosulullah menegaskan bahwa untuk kembali kepada Alloh, kita membutuhkan seseorang yang dapat membimbing kita, yang bukan hanya mengajarkan teori tetapi juga memberi contoh langsung dalam beribadah dan menjalani kehidupan.
Terdapat hadits tentang imbauan agar berhati-hati dalam menempuh jalan spiritual, “Tiadalah diutus seorang nabi atau diberikan seorang khalifah yang tidak memiliki dua jenis pembantu, yaitu pembantu yang mengarahkannya pada kebaikan dan menyuruhnya pada kebajikan, dan pembantu yang tidak pernah berhenti untuk menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi).
Dalam perjalanan spiritual, seseorang membutuhkan bimbingan dari mereka yang mampu menunjukkan jalan kebaikan dan menghindarkannya dari kesesatan. Mursyid dalam thoriqoh berperan sebagai sosok yang menunjukkan jalan kebaikan dan menjaga muridnya dari gangguan yang dapat menjauhkan dari Alloh.
Ada juga hadist yang menunjukkan pentingnya menuntut ilmu dari ulama yang memiliki pemahaman mendalam tentang agama. Dalam konteks tashowuf, ‘ulama yang menjadi mursyid adalah mereka yang telah mencapai maqam-maqam spiritual tinggi dan dapat menuntun muridnya agar tidak tersesat dalam perjalanan spiritual. “Sesungguhnya Alloh tidak mencabut ilmu sekaligus dari (dada) manusia, tetapi Alloh mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga apabila sudah tidak tersisa seorang alim pun, manusia mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Ketika mereka ditanya, mereka berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist lain menunjukkan bahwa lingkungan atau orang-orang yang kita dampingi memengaruhi kualitas keimanan kita. Guru mursyid yang sholeh dan berilmu akan memberikan pengaruh positif dan menjadi contoh yang baik dalam mengamalkan agama serta membimbing murid untuk tetap di jalan yang lurus. “Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian memperhatikan siapa yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Terdapat banyak hadits-hadist seperti di atas yang sering dijadikan pegangan oleh para ulama tashowwuf sebagai alasan pentingnya berguru pada seorang mursyid yang berilmu dan hidup untuk membimbing dalam perjalanan spiritual. Mursyid diibaratkan sebagai pelita yang menerangi jalan, sehingga seseorang yang berjalan menuju Alloh dapat terbimbing dan tidak tersesat.
Kalam para ‘Ulama Sufi
Banyak kalam para ulama sufi yang menekankan pentingnya mencari dan memiliki seorang Syeikh Mursyid yang dapat membimbing seseorang dalam menempuh jalan menuju Alloh. Mereka menekankan bahwa seorang mursyid adalah sosok yang dapat memandu dan memberikan petunjuk di jalan spiritual. Mereka mengajarkan bahwa tanpa bimbingan seorang Syeikh, seseorang dapat terjebak dalam kesalahan atau kekeliruan spiritual. Berikut adalah nasihat dan perintah dari para ulama sufi terkait pentingnya mencari seorang Mursyid sejati. Syeikh Abdul Qadir al-Jilani dalam Futuh al-Ghayb (hal. 24) berkata:
“مَن لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ فَقَدْ أَضَلَّتْهُ فِتْنَتُهُ”
“Barang siapa yang tidak memiliki seorang Syeikh, maka fitnah dirinya akan menyesatkannya.”
Ia mengingatkan bahwa tanpa seorang pembimbing yang sah, seseorang akan mudah terjebak dalam kesesatan dan kesulitan dalam memahami hakikat kehidupan. Imam Al-Ghazali dalam karyanya menekankan pentingnya mencari Guru yang dapat membimbing Jiwa. Dalam kitabnya Ihya’ ‘Ulum al-Din ia menyatakan, “Seseorang yang tidak memiliki seorang Syeikh Mursyid sebagai panduan dalam hidupnya, dia akan terperosok dalam kesesatan, sebagaimana seseorang yang berjalan tanpa peta”. Dalam Ihya’ jilid 4, halaman 253, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa seorang Syeikh Mursyid adalah sosok yang memberikan arah yang jelas dalam perjalanan spiritual dan mendidik muridnya untuk menanggalkan sifat-sifat buruk serta menumbuhkan sifat-sifat mulia. Dalam kitab yang sama, Juz 2, hal. 103-104, menyatakan: “لَا يَسْتَطِيعُ أَحَدٌ أَنْ يَصِلَ إِلَى اللَّهِ إِلَّا بِالْوُصُولِ إِلَى الْمُرْشِدِ” “Tidak ada seorang pun yang bisa sampai kepada Allah, kecuali dengan sampai kepada seorang mursyid.” Imam al-Ghazali menekankan bahwa perjalanan spiritual yang sejati hanya dapat tercapai dengan bimbingan seorang Syeikh yang memiliki ilmu dan sanad yang jelas hingga kepada Rasulullah.
Sementara, Imam Junaid Al-Baghdadi mengatakan, jalan Sufi mesti dilalui dengan bimbingan seorang mursyid. “Seorang murid tanpa Syeikh adalah seperti orang yang berjalan tanpa pemandu, dan dia akan sesat dalam perjalanan tersebut.”Dalam Risalah Qusyairiyah (halaman 53), Imam Junaid mengingatkan bahwa tasawuf tanpa seorang Mursyid yang membimbing adalah perjalanan yang sia-sia. Sebab, seorang Mursyid dapat mengarahkan muridnya untuk menjaga syariat dan memperbaiki akhlaknya. Ia berkata,
“إِنَّ الْمُرْشِدَ هُوَ الَّذِي يَأْخُذُ بِيَدِكُ إِلَى اللَّهِ” “Sesungguhnya mursyid adalah orang yang mengambil tanganmu dan membimbingmu menuju Allah.” (Sumber: al-Tahzib oleh al-Sarraj al-Tusi, hal. 65). Seorang Syeikh yang sesungguhnya, lanjutnya, adalah mereka yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membimbing hati seseorang menuju Alloh.
Imam Sya’rani dalam kitab Al-Mizan menjelaskan bahwa ilmu yang tidak ditransfer melalui sanad yang sah, yakni melalui seorang Mursyid, tidak akan mendatangkan keberkahan. Beliau berkata, “Ilmu yang tidak disandarkan pada seorang guru yang mursyid adalah ilmu yang tidak akan memberikan petunjuk atau manfaat, karena keberkahan ilmu terletak pada hubungan dengan seorang Mursyid yang benar.” (Al-Mizan, halaman 312). Sanad ini bukan hanya sebuah rantai ilmu, tetapi juga jembatan spiritual yang menghubungkan murid dengan ilmu yang datang dari Allah azza wajalla.
Imam Ahmad Zarruq dalam Qawa’id al-Tasawwuf menegaskan bahwa seorang Mursyid bukan hanya sekadar pembimbing dalam hal ilmu, tetapi juga sebagai penyaring jiwa. Beliau berkata, “Tanpa seorang Syeikh Mursyid yang membimbing, nafsu seseorang akan menguasainya, dan ia akan menjadi musuh bagi dirinya sendiri”. Dalam kitab karyanya itu (halaman 75), beliau menekankan bahwa Mursyid yang sejati memiliki kemampuan untuk mengajarkan kepada muridnya cara membersihkan hati dan menundukkan hawa nafsu, suatu hal yang tidak bisa dicapai tanpa bimbingan langsung dari seorang guru yang berilmu dan berakhlak mulia.
Syeikh Imam Ibn Arabi dalam Futuhat al-Makkiyah berkata, “Barang siapa yang merasa mampu menempuh perjalanan spiritual tanpa bimbingan seorang Mursyid, dia sedang menipu dirinya sendiri. Tanpa seorang Syeikh, perjalanan tersebut penuh dengan bahaya dan kebingungannya”. Dalam jilid 3, halaman 410, beliau menjelaskan bahwa setiap murid membutuhkan seorang Mursyid untuk membuka pintu-pintu pemahaman yang lebih dalam tentang hakikat Allah dan untuk menjauhkan diri dari segala bentuk kesesatan. Lebih lanjut dalam kitabnya (Juz 3, hal. 129) ia menegaskan: “الْمُرْشِدُ هُوَ الَّذِي يَفْتَحُ لَكَ فَتْحَ السَّرِيرِ وَيُعَلِّمُكَ حَقَائِقَ الْإِيمَانِ” “Seorang mursyid adalah orang yang membuka bagimu pintu batin dan mengajarkan hakikat-hakikat iman.” Seorang mursyid, tulisnya, bukan hanya mengajarkan secara lahiriah, tetapi juga memimpin muridnya untuk memahami kedalaman batin yang tak terlihat oleh mata.
Imam Al-Hakim At-Tirmidzi dalam Khatm al-Auliya menegaskan bahwa setiap orang yang menempuh jalan spiritual tanpa bimbingan seorang Mursyid yang benar akan mengalami kesulitan dan kebingungannya. Beliau berkata, “Di dunia ini, Tuhan mengirimkan wali-wali-Nya untuk membimbing manusia. Siapa yang tidak mengikuti mereka, ia akan sesat.” (Khatm al-Auliya, halaman 88). Menurut beliau, seorang Mursyid adalah perantara yang menjembatani murid untuk lebih dekat kepada Allah dengan menunjukkan cara-cara yang benar dalam beribadah dan bermuhasabah.
Imam Al-Qushayri dalam Risalah Al-Qushayriyyah menjelaskan bahwa seorang Syeikh Mursyid adalah benteng yang melindungi murid dari berbagai godaan dan kesesatan dalam perjalanan spiritual. Ia menulis, “Seseorang yang berjalan tanpa petunjuk dari seorang guru yang mursyid akan mudah disesatkan oleh hawa nafsu dan syaitan.” (Risalah Al-Qushayriyyah, halaman 102).
Menurutnya, Mursyid adalah penjaga yang menjaga murid dari kelalaian dan kesalahan, membimbingnya untuk tetap berada di jalan yang benar.
Selanjutnya Imam Sahl al-Tustari dalam Thabaqat al-Auliya mengajarkan bahwa seorang Mursyid adalah cahaya yang menuntun murid untuk keluar dari kegelapan nafsu dan kebingungannya. Ia berkata, “Seorang yang tidak memiliki cahaya dari seorang guru mursyid akan selalu berada dalam kegelapan meskipun ia mengerti banyak ilmu.” (Thabaqat al-Auliya, halaman 153). Ia lalu menjelaskan bahwa seorang Mursyid dapat membawa murid keluar dari kegelapan batin menuju pencerahan spiritual.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan dengan jelas bahwa Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan pentingnya bagi seseorang untuk mencari dan memiliki seorang pemandu dalam perjalanan spiritualnya. Seorang mursyid yang sejati dapat mengarahkan manusia pada jalan yang benar, membuka hati kita untuk lebih mendekat kepada Alloh, dan menyelamatkan manusia dari kesesatan. Oleh karena itu, siapapun mesti dengan sungguh-sungguh mencari bimbingan seorang guru yang memiliki ilmu, akhlak, dan sanad yang jelas, sehingga kita dapat mencapai kesuksesan dunia dan akhirat.
Nasihat para ulama sufi yang disebutkan di atas sangat jelas: untuk mencapai kesempurnaan spiritual, seseorang tidak bisa berjalan sendiri. Seorang Syeikh Mursyid adalah pemandu yang harus dimiliki oleh setiap murid yang ingin menempuh jalan thashowuf dengan benar. Tanpa seorang Mursyid, seseorang akan kehilangan arah dalam perjalanannya menuju Alloh. Mursyid adalah penerang jalan yang menjaga murid dari kebingungan dan kesesatan. Maka, wajib bagi setiap pencari hakikat untuk mencari dan memiliki seorang guru yang dapat membimbingnya menuju pencerahan spiritual yang sejati.
*) Pengasuh Pesantren Peradaban Dunia JAGAT ‘ARSY, BSD, Tangerang Selatan, Banten. Meraih gelar doktoral (Ph.D.) dari School of Humanities and Digital Science Tilburg University, Tilburg, Belanda, tahun 2020. Tahun 2015 pernah mengikuti Summer Program di Leiden University, Leiden, Belanda. Gelar Bachelor (BSW.) dan Master (MSW.) ia dapatkan dari School of Social Work, McGill University, Montreal, Kanada, tahun 2004. Sarjana Komunikasi dan Penyiaran (SAg)diperolehnya dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2000. Masa kecil hingga remaja dihabiskan di lembaga pendidikan Pesantren di Tasikmalaya & Purwakarta.