Dirangkai oleh: Sambas M. Nasir (Staf Pengajar Pesantren Sirnarasa Cisirri)
Sholat dengan berbagai makna bahasanya merupakan sebuah fenomena yang tidak asing lagi dalam kehidupan kaum muslimin. Kita pun yakin dengan seyakın-yakinnya bahwa sholat lima waktu merupakan ibadah yang status hukumnya wapb ain. Meskipun secara bersamaan pula kita dapati banyak kaum muslimin yang melalaikannya. Ia juga merupakan ibadah yang mampu mencegah perbuatan keji dan munkar meskipun kita saksikan bersama berapa banyak orang yang melakukan sholat yang perilakunya justru sering melanggar syariat. Disadari atau tidak, inilah fakta dan realita yang hadir di depan mata kita, yang tengah berlangsung di tengah-tengah masyarakat. Hal inilah yang yang harus kita pikirkan bersama. Benarkah ummat Islam telah mendirikan sholat? Cukupkah dengan melaksanakan sholat, kewajiban kita sebagai muslim telah tertunaikan? Mendirikan sholat berbeda dengan mengerjakan sholat. Mengerjakan sholat adalah ibadah ritual berupa rangkaian gerakan tertentu yang diawali dengan takhbirutul ikhrot dan diakhiri dengan salam yang dalam pelaksanaannya dituntut untuk konsisten/ berpijak pada persyaratan (syarat sah dan syarat wajib sholat) rukun sholat yang telah ditentukan. Adapun mendirikan sholat bermakna menegakkan nilai-nilai Islam dalam dirinya serta memelihara atau melestarikannya dengan hukuman dan sanksi thoriqoh muayyanah (metode yang khusus) untuk menegakkan syaria Alloh secara umum bukannya dalam hal sholat saja.
Agar kita termasuk kedalam kelompok orang yang mendirikan sholat, tentu saja harus diawali terlebih dahul dengan mengerjakan sholat yang benar menurut ukuran syara. Firman Alloh Swt dalam Al Qur’an surat Al Mu’minun ayat 1-2: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusu dalam sholatnya” Diterangkan dalam hadits bahwa orang yang sholat dengan sempurna, memelihara syarat rukunnya, maka sholatnya berkata, “Semoga allah memeliharamu seperti kamu memeliharaku”. Sedangkan orang yang ceroboh sholatnya, tidak memperhatikan dan memelihara aturan-aturannya, mala dilipatlah sholat itu seperti lipatan kain yang dipukulkan kepada mukanya, dan berkata, “Semoga Alloh menyia- nyiakanmu, seperti kamu telah menyia nyiakanku.
Sudah kita ketahui bahwa sholat syariat itu adalah ucapan, pekerjaan, yang meliputi rukun, sunat-sunat ab’ad dan hasat, yang diawali dengan takbirotul khram dan diakhiri dengan salam. Syaratnya sholat itu meliputi: harus suci dari hadas dan kotoran, masuk waktu, menghadap kiblat, dan menutup aurat. Hal-hal ini harus dipenuhi semuanya sebelum melaksanakan sholat, yang rinciannya telah diuraikan pada Nuqthoh edisi keempat. Sholat juga terdiri dari beberapa fardlu dan rukun yang harus dilaksanakan secara langsung ketika sholat. Rukun dan fardiu-fardlu itu sangat banyak, yaitu:
menetapkan bahwa berdiri pada sholat fardlu itu wajib. Kalau tidak mampu bisa duduk: bila tidak sanggup duduk, berbaring pada bagian kanan seperti orang yang meninggal saat diletakan di liang lahat; bila tidak mampu juga sholat dengan terlentang saja dengan kepala (wajah) menghadap kiblat. Bila tidak mampu juga dengan kedipan mata dan bila tidak mampu juga maka dilakukan dengan hatinya dan ingatannya.
Diriwayatkan dari Imron bin Husain ra, ia berkata: “Aku mempинуаї penyakit wasir. Aku bertanya kepada
1. Niat
Hakikat niat itu ialah tujuan dari suatu perbuatan yang didorong oleh rasa taat dan patuh mengikuti perintah Alloh. Ada beberapa hal yang dituju dan dimaksud dalam sholat fardlu:
a. Bermaksud melaksanakan sholat supaya membedakan dengan pekerjaan lainnya
b. Menentukan jenis-jenis sholatnya (Dzuhur, Ashar, (IIP
c. Menyebut sifatnya (fardlu atau sunat) supaya membedakan satu dengan yang lainnya.
Syarat niat adalah harus kukuh, kuat, dan langgeng sampai akhir sholat. Pelaksanaan niat dengan hati ketika kita membaca takbirotul ikhram. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa niat itu syarat sah sholat. Karena secaга hukum niat langgeng sampai akhir sholat.
2. Berdiri Tegak
Sepakat para ulama madzhab
Rasul mengenai sholat”. Beliau menjawab, “Sembahyanglah dengan berdiri, kalau tidak mampu, duduklah, kalau tidak mampu juga sholatlah dengan berbaring bagian kanan”. (H. R. Bukhari).
Imam Annasai menambahkan kalau tak mampu juga sholatlah dengan terlentang, Alloh tidak akan membebani orang kecuali apa yang ia mampu.
3. Takbirotul Ihrom
Sholat tidak akan sah tanpa takbirotul ihrom. Nama takbirotul ihrom
Ini berdasarkan sabda Rasul Saw, “Kunci sholat adalah bersuci dari yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain perbuatan-perbuatan sholat)”. Kunci sholat yang dimaksud adalah takbir dan penghalalnya adalah salam. Yang dimaksud diharamkan adalah berbicara dan semua yang tidak ada hubungannya dengan sholat sedangkan yang dimaksud menghalalkan adalah bahwa setelah selesain sholatnya, orang itu diperbolehkan lagi melakukan apa-apa yang dilarang ketika sholat.
Kalimat takbirotul ihrom adalah “Allohu Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh memakai kata-kata lainnya menurut imam Maliki dan Hambali. Menurut imam As Syafi’i lafadz “Akbar” boleh memakai “Al” (Al Akbar). Imam Hanafi membolehkan lafadz
“Akbar” diganti dengan yang semakna. Ketentuan-ketentuan membaca takbirotul ihrom:
a. Mendahulukan lafadz “Alloh kemudian “Akbar”.
b. Jangan diselang dengan kalimat lain antara “Alloh” dan “Akbar”.
c. Jangan memanjangkan “a” pada lafadz “Alloh” dan “ba” pada lafadz “Akbar” karena bisa merusak makna.
d. Setelah takbirotul ikhrom berhenti sebentar seukuran mengambil napas kemudian disunatkan membaca doa iftitah.
4. Membaca Suratul Fatihah dan Basmalah-nya
Berdasarkan sabda nabi, “Tidak sah sholat orang yang tidak membaca Fatihatal Kitab (H.R. Bukhori Muslim). Nabi bersabda kepada orang yang tidak benar sholatnya, Takbirlah dan berlak Ummul Kitab (Fatihah)!” (HR. Syad dengan sanadnya)
“Nabi menghitung Al Fatihah itu tujuh ayat dan basmalah juga dihitung ayalnya.” (H. R.. Bukhari dalam Tari nya) dan diperkuat oleh Imam Ghazal Nabi bersabda, “Apabila Anda membaca Alhamdu (Al Fatihan) bacalah basmallah. Ia adalah Ummul Qur’an dan Ummul Kitab…” (HR. Ad Daruquthei dari Abu Huroiroh).
Bila orang yang sholat belum bisa membaca surat fatihah boleh diganti dengan ayat Qur’an yang lainnya. Bla juga tidak bisa boleh diganti dengan tahlil, takbir, tahmid, dan tasbih.
Ketentuan membaca suratul fatikak Bacaan fatihah harus terdengar oleh
a sendiri kecuali bagi imam harusmengeraskan bacaannya
b. Harus tertib ayat Harus berturut-turut/langsung
c. (jangan terpisah dengan bacaan lainnya atau diam yang lama)
d. Memelihara tasydid-tasydidnya (yang 14)
e. Jangan menambahkan huruf atau baris yang bisa mengubah makna seperti mengkasrahkan huruf “ka” pada lafadz “Iyyaka”.
Setelah membaca fatihah disunatican membaca surat-surat lainnya. Kemudian takbır sambil mengangkat tangan lalu membungkukkan badan. Kedua telapak tangan berada pada dua lutut.
5. Ruku dan Tuma’ninah
Ruku ialah membungkukkan badan dengan lurus sampai dua telapak tangan berada pada dua lututnya. Sabda Nabi kepada orang-orang yang tidak sempurna sholatnya, “Kemudian makes lak kanggu tumaninah”. Semua ama madzhab sepakat bahwa ruku’ alah wajib dalam sholat namun mereka beda pendapat dalam tumaninah-nya. Menurut Imam Hanafi tidak wajib, sedangkan menurut ulama lainnya wajib, Membaca tasbih menurut Imam Syafii dan Hanafi adalah sunat, sedangkan Imam Hambali dan Maliki mewajibkannya.
6. Itidal dan Tuma’ninah
Wajib mengangkat kepala dari ruku’ sampai tegak kembali seperti keadaan sebelum ruku dan disunatkan mengangkat tangan dan membaca tasmi yaitu mengucapkan “Sami’allohu liman hamidah ketika itidal disunatkan membaca: “Robbana lakal hamdu…” kemudian membaca takbir intiqol (takbir perpindahan dari satu rukun fili ke rakun lainnya) hukumnya sunat untuk sujud
7. Sujud dan Tuma’ninah
Semua ulama madzhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setiap rakaat. Firman Allah SWT, “Rukulah dan sujudlah kamu sekalian.” Sabda Nabi kepada orang yang tidak sempurna sholatnya, “… kemudian sujudlah hingga tumaninah sambil mujud.
Para ulama berbeda pendapat tentang batasan anggota tujuh yang menempel. Anggota yang tujuh itu: dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua Jari-jari kaki. Imam Maliki, Syafi’i, dan Hanafi menekankan bahwa yang wajib menempel hanya dahi sedangkan yang lamnya sunat. Sedangkan Imamiyyah dan Hambali mewajibkan semua anggota yang tujuh menempel secara sempurna, bahkan Hambali menambahkan hidung hingga menjadi delapan.
Menurut Imam Syafi’i, Hanafi, dan Maliki ketika sujud disunatkan membaca tasbih “Subhana Robiyal “Alaa” sedangkan menurut Imam Hambali dan Imamiyyah wajib. Kemudian bangkit dari sujud.sambil membaca takbir intiqol.
8. Duduk Antara Dua Sujud dan Tuma’ninah
Bagian ini termasuk rukun sholat. Berdasarkan sabda Rosululloh Saw, “Kemudian angkatlah kepalamu sehingga tuma’ninah sambil duduk.” (H.R.. Bukhari Muslim) Pada rukun ini disunatkan membaca “Robbighfirli warhamni…”
9. Duduk Terakhir
Dalam rukun ini dilaksanakan beberapa rukun sholat lainnya, yaitu: tasyahud, sholawat nabi, dan salam awal. Contoh lafadz tahiyyat menurut Imam Syafi’i: “Attahiyyatul mubarokatus sholawatut thoyyibatu lillah…” Keterangan:
a. Tahiyyat dan sholawat harus kedengaran
. Memelihara bacaannya (huruf dan b tasydidnya)
10. Salam Pertama
Pengharaman dari segala sesuatu (diluar sholat) dengan takbir dan penghalalannya dengan salam, yakni mengucapkan “Assalamu’alaikum warohmatulloh”. Menurut pendapat Imam Syafi’i, Maliki, dan Hambali membaca salam pertama hukumnya wajib sedangkan menurut Imam Hanafi sunat. Sedangkan salam yang kedua, hukumnya sunat, kecuali menurut Imam Hambali adalah wajib.
11. Tertib Sholat
Diwajibkan tertib antara bagian- bagian sholat, contohnya: takbirotul throm wajib didahulukan dari bacaan fatihah, fatihah wajib didahulukan dari ruku’, dan seterusnya. Mengingat pentingnya pelaksanaan ibadah sholat ini, sehingga Rosululloh Saw bersabda, “Assholatu ‘imaaduddiin faman aqoomahaa faqod aqoomaddin wa man tarokahaa faqod hadamaaddun.” “Sholat itu tiang agama, maka barang siapa yang menegakannya, maka ia telah menegakan agama. Dan barang siapa yang meninggalkannya, maka ia telah merobohkan agama.”
Andai sholat ini dijalankan secara intensif, dipraktikkan sesuai sunnah nabi, dipastikan ketenangan, kebahagiaan, dan kemenangan akan diraih dengan cepat. Bagi ikhwan TQN Pondok Pesantren Suryalaya, pokok untuk mendirikan sholat yang khusyu’ sudah diberikan oleh syekh mursyd kepada masing masing melaku talqın dzikir. Namun, selain sholat hakikat yang telah menetap dalam qolbu ma masing, kita pun harus belajar pula tatacara sholat syari’at seperti yang diuraikan di atas agar terjadi keseimbangan antara syariat (Figh) dan hakikat (Tashowwuf).
Untuk itulah penulis menyarankan bagi yang merasa sholat syari at-nya belum beres, tanyakanlah kepada yang mengetahuinya. Jangan malu, jangan gengsi atas ketidaktahuan kita. Camkan motto dari syekh mursyid kita “Пти Amaliah Amal Ilmiah” yang berarti kita harus mencari ilmu yang belum kita ketahui setelah itu amalkan.
Rosululloh Saw bersabda, “Laa yanbaghi liljaahili ayyaskula ‘alaa jahliki walaa yanbaghi lil ‘Aalimi ayyaskuta ‘alaa ihmihi.” Artinya, “Tidak sepantasnya bagi yang bodoh diam diri dalam kebodohannya dan tidak sepantasnya bagi orang pintar berdiam diri dalam kepintarannya.” Camkan pula pernyataan dari Imam Malik ra, “Man tafaqqoha wa lam yatashowwaf fagod tafassago wa man tashowwafa walam yatafaqqoh faqod tajandaço wa man lashowwafa watafaqqoha fagod tahaqqoqo” “Barangsiapa yang mempelajari ilmu fiqih dan tidak bertashowwuf maka ia fasık dan barangsiapa yang mempelajari ilmu tashowwuf tanpa fiqih maka ia kafi zindik dan barang siapa yang mempelajari kedua- duanya maka sudah mendapatkan hakikatnya agama